Kisah Sang Pangeran Kodok

Alkisah pada suatu ketika hiduplah seorang raja yang adil dan bijaksana. Bersama permaisuri dan pangeran putera mahkota yang masih dalam buaian mereka hidup di istana yang megah, dengan kolam teratai yang dipenuhi ikan berwarna rupa, halaman yang dihiasi rumput halus hijau dan warna-warni bebungaan. Sang raja dan permaisuri hidup bahagia dan dicintai rakyatnya. Keadilan dan kebijaksanaan sang raja terkenal di seantero dunia. Dihormati kawan dan disegani lawan.

Sayangnya tidak semua orang rupanya menyukai raja yang baik ini. Adalah seorang penyihir jahat yang sejak lama sangat mendendam dengan kesuksesan sang raja. Dia sangat membenci semua hal yang berkaitan dengan sang raja. Si penyihir iri dengan semua hal yang dimiliki oleh sang raja. Si penyhir iri dengan permisuri raja yang cantik jelita. Si penyihir dengki dengan istana yang megah dan indah. Si penyhir iri dengan singgasana yang berwibawa. Si penyihir iri dengan kehormatan yang dimiliki oleh sang raja dan begitu dicintai oleh rakyatnya.

Dulu, si penyihir adalah kepala tabib istana. Tapi karena kesalahan besar, sang penyihir berusaha meracun raja untuk mendapatkan permaisuri yang rupawan. Tapi gagal, dan si penyihir diusir ke hutan yang gelap dan terpencil di pinggir rawa-rawa yang dipenuhi nyamuk dan buaya.
Suatu ketika, ketika rasa irinya sudah begitu memuncak, si penyihir terbang dengan sapu bututnya ke istana sang raja. Karena kebaikan sang raja, si penyihir diterima dengan baik dan sopan. “Apakah gerangan yang membuat Tuan datang kemari? Saya merasa terhormat dengan kunjungan tuan.” Sambut sang raja kepada si penyhir. “Puah! Tak usah kau beramah tamah bermanis kata! Dusta!” balas si penyihir. Sang raja kaget mendapat respon yang tidak diduga-duganya itu. Tapi sang raja masih bersabar. Dan dengan bijak kembali dia menanyakan kedatangan si penyihir mantan kepala tabib istananya itu. “Ada berita apa gerangan yang tuan bawa kepada saya...?”


“Ya, aku membawa satu berita untukmu, raja sombong! Aku membawa kutuk untuk keluargamu. Aku mengutuk anakmu yang kamu banggakan itu menjadi kodok! Dia akan selamanya menjadi kodok, sampai ada putri cantik yang mencintainya setulus hati dan mencium bibirnya tanpa merasa jijik! Puah…!” si penyihir merapalkan mantera kutuk untuk putera sanga raja. Mendengar kutuk itu, sang raja marah, “Durjana! Tak tahu terimakasih! Sudah diberi kesempatan memperbaiki diri, pulang-pulang membawa petaka! Pengawal tangkap orang ini! Gantung dia di alun-alun!”
Si penyihir hendak lari dan berusaha menghindari tangkapan para pengawal tapi gagal. Sambil berteriak terseret-seret dia kembali mengeluarkan kutuknya; “Pangeran putera mahkota akan menjadi kodok! Hahahaha! Aku boleh mati kau gantung raja sombong, tapi kau tak akan punya pengganti! Puteramu akan jadi pangeran kodok! Pangeran kodok! Kodok…! dok…! hahahahahaha….!” Benarlah apa yang dikatakan oleh si penyihir. Permaisuri berlari terisak memanggil sang raja. “Kanda… kanda… putera kita… hiks… putera kita kanda…” permaisuri terduduk memeluk kaki sang raja. Mereka pun berjalan cepat masuk ke dalam kamar sang pangeran yang baru berumur beberapa bulan itu.

Sang raja terperangah ketika melihat puteranya yang tidur di buaian itu. Dia telah berubah menjadi manusia kodok! Persis seperti yang diucapkan oleh si penuihir. Kulitnya berwarna hijau dengan belang coklat dan hitam. Bibrnya lebar dan bergelambir dower. Kepalanya plontos dan bentuknya tidak bulat. Matanya besar mencorong ke luar. Dan jari-jari tangan dan kakinya berselput seperti bebek! Raja terduduk lemas. Dia memerintahkan pengawalnya untuk menghentikan hukum gantung terhadap si penyhir. Tapi terlambat, baru saja si penyhir mati. Tali gantungan mengakhiri kezalimannya. Dan dimulailah kemuraman kerajaan yang bahagia itu. Tak ada lagi senyum ceria para warga. Mereka seolah-olah ikut merasakan kesedihan keluarga raja mereka.

Waktu berlalu sang putera bertambah usia. Dan perkemabangan putera mahkota yang diharapkan meneruskan pemerintahan negeri itu semakin menyedihkan. Sang pangeran tak bisa bicara, hanya suara-suara aneh seperti katak setiap kali dia hendak bicara, “Groook…grook… grook…!”
Suatu ketika, sang pangeran duduk di pinggir kolam teratai yang indah itu. Ikan berwarna-warni dan bunga-bunga teratai yang mekar merekah merah itu tak mampu menghibur hatinya yang diliputi perasaan menyesal.

Sang pangeran menyesali keadaan dirinya yang begitu malang. Dia menyesali rupa dirinya yang buruk. Tak ada seorang pun yang berani mendekatinya. Bahkan untuk ngobrol dnegan orangtuanyapun dia tidak bisa. Dia iri melihat muda-mudi rakyat kerajaannya bermesra-mesraan dengan, berpandang-pandangan saling cinta. Ayahnya, sang raja, sampai saat ini masih menyelenggarakan sayembara untuk menghapus kutukan sang penyhir.
"BARANGSIAPA BERHASIL MENYEMBUHKAN PUTERA MAHKOTA DARI KUTUK PENYIHIR YANG JAHAT AKAN DIJADIKAN ISTRI PANGERAN".

Beratus-ratus puteri cantik dari berbagai kelas, tempat dan kerajaan berdatangan ke istana mencoba peruntungan mereka. Tapi ketika mereka masuk ke dalam kamar dan melihat keadaan sang pangeran yang sebenarnya, mereka para puteri itu berteriak kaget. Mereka jijik dengan rupa pangeran yang aneh itu. Apalagi mereka harus menciumnya? Hiiiy! Swamapi suatu ketika, ketika sang pangeran sedang menangisi dirinya di tepi kolam, sebentuk jari halus menghapus air matanya. Pangeran terkejut, terpana. Seorang puteri duduk disampingya. Puteri cantik bergaun putih, kulit tangan yang mulus. Mata yang indah. Senyum yang sumringah. Cantik mempesona.

Kisah Sang Pangeran Kodok
Sang pangeran mundur menjauhi si putri, dia malu dengan keadaan dirinya. Dia berlari masuk ke kamarnya. Dia menangis berteriak keras, “Grooook….! groook..? groook…!” Sang putri jelita itu pelan berjalan ke dalam istana. Disambut lesu oleh sang raja. Dia mengutarakan niatnya kepada sang raja dan permaisuri. “Tuan Raja yang bijak, tuan permaisuri, hamba adalah puteri dari kerajaan tetangga sebelah selatan. Hamba turut berduka dengan keadaan yang menimpa keluarga kerajaan Tuan raja dan permaisuri. Oleh karena itu, kedatangan hamba kemari dengan niat membantu. Barangkali jika hamba diijinkan, saya akan mencoba membantu putera mahkota.” Permaisuri yang begitu mencintai puteramya itu tak pernah kehilangan semangat. “Baiklah, puteri yang baik. Kami sangat menghargai usahamu. Mari saya antar ke kamar putera kami.” Lalu Diantarlah si puteri dengan penuh harap akan kesembuhan puteranya.

Sampai di depan pintu kamar pangeran, permaisuri mengetuk pintu. “Nak… puteraku sayang, bukalah pintu kamarmu. Ada seorang puteri cantik yang ingin menolongmu, Nak. Bukalah pintunya.” Tak ada jawaban dari dalam. Tapi tak lama kemudian pintu dibuka, sedikit. Terlihat mata yang mencorong itu mengintip dari sela-sela pintu. Mencari-cari puteri yang dimaksud ibunda permaisurinya. Ternyata putri yang tadi menghapus air matanya di taman!
Dibukalah pintu oleh sang pangeran. Dan ditariknya tangan si puteri kasar. Permasuri terkejut dan mencoba ikut masuk. Tapi si putri memberi tanda agar membiarkan mereka berdua saja di dalam kamar. Pintu kamar tertutup kembali. Rapat.

Di dalam kamar yang luas dan mewah itu, si pangeran kodok duduk di lantai menjatuhkan kepalanya di lutut puteri yang duduk anggun di atas kursi. Pangeran kodok menangis tersedu, “Groook…groook…grokkk…” dia hendak mengatakan "Tolong aku, puteri, tolong aku. Cabutlah kutukan ini. Aku tak tahan lagi. Aku ingin mati saja jika kutukan ini tak hilang dariku.” Si putri membelai lembut kepala polos berwarna hijau itu. Dia mengerti apa yang dikatakan oleh si kodok. Dipandanginya mata belok yang mencorong itu, dalam. Mereka seperti bicara dari hati ke hati. “Aku akan menolongmu. Aku mencintaimu.”
Lalu, si putri mencium sang pangeran. Dan tiba-tiba, Buzzzh! Asap tebal menyelimuti tubuh sang pangeran, memenuhi ruang kamar. Dan ketika asap itu sudah mulai berkurang, samar terlihat pangeran yang berwarna hijau tadi telah hilang. Tubuhnya berganti rupa menjadi tubuh manusia yang sempurna, sehat, kekar, dan tentu saja wajahnya yang tampan. Si puteri terpana dengan pemandangan di hadapannya. Pintu kamar terbuka. Dan pangeran tampan itu keluar memeluk ibunda permasuri.

Kerajaan kembali berbahagia. Pangeran tampan dan puteri jelita akhirnya menikah. Pesta meriah pun diadakan untuk merayakan kesembuhan sang pangeran dan pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia, selamanya.
Kisah Sang Pangeran Kodok Kisah Sang Pangeran Kodok Reviewed by Pondokbaca.com on 07:53 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.